Poligami Dalam Pandangan Syariah

  1.  Tuduhan Terhadap Islam

    Para orientalis, pendeta agama masehi, kelompok sekuleris dan kalangan anti Islam pada hari ini sedang gencar mengkampanyekan gerakan anti poligami. Kampanye mereka itu mulai dari yang bersifat sindiran, pernyataan sinis sampai kepada yang langsung mencaci maki, baik syariat Islam sebagai sebuah sistem hidup maupun pribadi Rasulullah SAW.

    Kambing hitam yang selalu disudutkan tidak lain adalah syariat Islam. Menurut mereka, syariat Islam itu tidak sesuai dengan jiwa keadilan, mendorong laki-laki mengumbar syahwat, juga tidak berpihak kepada wanita yang selalu berada dalam posisi terzhalimi. Sampai-sampai dengan sengaja mereka membuat tayangan sinetron yang menggambarkan betapa hancurnya sebuah rumah tangga yang melakukan poligami.

    Lebih jauh lagi, mereka juga menuduh bahwa Rasulullah SAW adalah budak nafsu, karena menikah dengan 12 orang wanita.. Sehingga mereka menuduh bahwa nabi itu kerjanya tukang kawin dan main perempuan. Nauzu billahi min zalik. Dalam catatan sirah nabawiyah, Rasulullah SAW tercatat pernah menikahi 12 orang wanita.

  2. Poligami Sudah Ada jauh Sebelum Islam

    Padahal poligami itu bukan semata-mata produk syariat Islam. Jauh sebelum Islam lahir di tahun 610 masehi, peradaban manusia di penjuru dunia sudah mengenal poligami. Dr. Yusuf Al-Qaradawi menuliskan bahwa di masa lalu, peradaban manusia sudah mengenal poligami dalam bentuk yang sangat mengerikan, karena seorang laki-laki bisa saja memiliki bukan hanya 4 istri, tapi lebih dari itu. Ada yang sampai 10 bahkan ratusan istri. Bahkan dalam kitab orang yahudi perjanjian lama, Daud disebutkan memiliki 300 orang istri, baik yang menjadi istri resminya maupun selirnya. 

    Dalam Fiqhus-Sunnah, As-Sayyid Sabiq dengan mengutip kitab Hak-hak Wanita Dalam Islam karya Ustaz Dr. Ali Abdul Wahid Wafi menyebutkan bahwa poligami bila kita runut dalam sejarah sebenarnya merupakan gaya hidup yang diakui dan berjalan dengan lancar di pusat-pusat peradaban manusia. Bisa dikatakan bahwa hampir semua pusat peradaban manusia (terutama yang maju dan berusia panjang) mengenal poligami dan mengakuinya sebagai sesuatu yang normal dan formal. Para ahli sejarah mendapatkan bahwa hanya peradaban yang tidak terlalu maju saja dan tidak berusia panjang yang tidak mengenal poligami.

    Bahkan agama nasrani sekalipun mengenal dan mengajarkan poligami. Berbeda dengan apa yang sering mereka ungkapkan hari ini, namun Nabi Isa dan para pengikutnya mengajarkan dan mengakui poligami. Masih menurut ahli sejarah, karena saat itu penyebaran nasrani terjadi di romawi dan yunani, sementara kedua peradaban ini memang tidak mengenal poligami, jadilah akhirnya seolah-olah agama nasrani itu melarang poligami. Sesuatu yang sebenarnya bertentangan dengan sumber asli ajaran mereka sendiri. Ustaz As-Sayyid Sabiq menyebutkan bahwa peradaban maju seperti Ibrani yang melahirkan bangsa yahudi mengenal poligami. Begitu juga dengan peradaban Shaqalibah yang melahirkan bangsa Rusia, Lituania, Ustunia, Chekoslowakia dan Yugoslavia semuanya sangat mengenal poligami. Begitu juga dengan Bangsa Jerman, Swis, Saksonia, Belgia, Belanda, Denmark, Swedia, Norwegia dan Enggris. Jadi pendapat bahwa poligami itu hanya produk hukum Islam adalah tidak benar. Begitu juga dengan bangsa Arab sebelum Islam, mereka pun mengenal poligami. Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa ada seorang masuk islam dan masih memiliki 10 orang istri. Lalu oleh Rasulullah SAW diminta untuk memilih empat saja dan selebihnya diceraikan. Beliau bersabda,

    "Pilihlah 4 orang dari mereka dan ceraikan sisanya". (Hadits itu adalah hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan oleh At-tirmizy hadits no. 1128, oleh Ibnu Majah hadits no. 1953)

    Masih menurut beliau, poligami itu bukan hanya milik peradaban masa lalu dunia, tetapi hari ini masih tetap diakui oleh negeri dengan sistem hukum yang bukan Islam seperti Afrika, India, China dan Jepang.

    Sehingga jelaslah bahwa poligami adalah produk umat manusia, produk kemanusiaan dan produk peradaban besar dunia. Islam hanyalah salah satu yang ikut di dalamnya dengan memberikan batasan dan arahan yang sesuai dengan jiwa manusia. Islam datang dalam kondisi dimana masyarakat dunia telah mengenal poligami selama ribuan tahun dan telah diakui dalam sistem hukum umat manusia. Justru Islam memberikan aturan agar poligami itu tetap selaras dengan rasa keadilan dan keharmonisan. Misalnya dengan mensyaratkan adanya keadilan dan kemampuan dalam nafkah. Begitu juga Islam sebenarnya tidak membolehkan poligami secara mutlak, sebab yang dibolehkan hanya sampai empat orang istri. Dan segudang aturan main lainnya sehingga meski mengakui adanya poligami, namun poligami yang berkeadilan sehingga melahirkan kesejahteraan.

  3. Barat Adalah Pendukung Poligami Yang Tidak Manusiawi

    Dan kini karena masyarakat barat banyak menganut agama nasrani, ditambah lagi latar belakang budaya mereka yang berangkat dari romawi dan yunani kuno, maka mereka pun ikut-ikutan mengharamkan poligami. Namun anehnya, sistem hukum dan moral mereka malah membolehkan perzinahan, homoseksual, lesbianisme dan gonta ganti pasangan suami istri. Padahal semua pasti tahu bahwa poligami jauh lebih beradab dari semua itu.

    Sayangnya, ketika ada orang berpoligami dan mengumumkan kepoligamiannya, semua ikut merasa `jijik`, sementara ketika hampir semua lapisan masyarakat menghidup-hidupkan perzinahan, perselingkuhan, dan hubungan sesama jenis, tak ada satu pun yang berkomentar jelek. Semua seakan kompak dan sepakat bahwa perilaku bejat itu adalah `wajar` terjadi sebagai bagian dari dinamika kehidupan modern. Dr. Yusuf Al-Qaradawi mengatakan bahwa pada hakikatnya apa yang dilakukan oleh Barat pada hari ini dengan segala bentuk pernizahan yang mereka lakukan tidak lain adalah salah satu bentuk poligami juga meski tidak dalam bentuk formal.

    Dan kenyataaannya mereka memang terbiasa melakukan hubungan suami istri di luar nikah dengan siapapun yang mereka inginkan. Di tempat kerja, hubungan suami istri di luar nikah menjadi sesuatu yang lazim dilakukan mereka baik sesama teman kerja, antara atasan dan bawahan atau pun klien mereka. Ditempat umum mereka terbiasa melakukan hubungan suami istri di luar nikah baik dengan wanita penghibur, pelayan restoran, artis dan selebritis. Di sekolah pun mereka menganggap wajar bila terjadi hubungan suami istri baik sesama pelajar, antara pelajar dengan guru atau dosen, antar karyawan dan seterusnya.

    Bahkan di dalam rumah tangga pun mereka menganggap boleh dilakukan dengan tetangga, pembantu rumah tangga, sesama angota keluarga atau dengan tamu yang menginap. Semua itu bukan mengada-ada karena secara jujur dan polos mereka akui sendiri dan tercermin dalam film-film hollywood dimana hampir selalu dalam setiap kesempatan mereka melakukan hubungan suami istri dengan siapa pun.

    Jadi peradaban barat membolehkan poligami dengan siapa saja tanpa batas, bisa dengan puluhan bahkan ratusan orang yang berlainan. Dan sangat besar kemungkinannya mereka pun telah lupa dengan siapa saja pernah melakukannya karena saking banyaknya. Dan semua itu terjadi begitu saja tanpa pertanggung-jawaban, tanpa ikatan, tanpa konsekuensi dan tanpa pengakuan. Apabila terjadi kehamilan, sama sekali tidak ada konsekuensi hukum untuk mewajibkan bertanggung-jawab atas perbuatan itu.

    Poligami tidak formal alias seks di luar nikah itu alih-alih dilarang, malah sebaliknya dilindungi dan dihormati sebagai hak asasi. Lucunya, banyak negara yang mengharamkan poligami formal yang mengikat dan menuntut tanggung jawab, sebaliknya hubungan suami istri bebas yang tidak lain merupakan bentuk poligami yang tidak bertanggung jawab malah dibebaskan, dilindungi dan dihormati.

    Untuk kasus ini, Syeikh Abdul Halim Mahmud menceritakan sebuah kejadian lucu yang terjadi di sebuah negeri sekuler di benua Afrika. Ada seorang tokoh Islam yang menikah untuk kedua kalinya (berpoligami) secara syah menurut aturan syar`i. Namun berhubungan negeri itu melarang poligami secara tegas, maka pernikahan itu dilakukan tanpa melaporkan kepada pemerintah. Rupanya, inteljen sempat mencium adanya pernikah itu dan setelah melakukan pengintaian intensif, dikepunglah rumah tokoh ini dan diseretlah dia ke pengadilan untuk dijatuhi hukuman seberat-beratnya. Melihat situasi yang timpang seperti ini, maka akal digunakan. Tokoh ini dengan kalem menjawab bahwa wanita yang ada di rumahnya itu bukan istrinya, tapi teman selingkuhannya. Agar tidak ketahuan istri pertamanya, maka mereka melakukannya diam-diam.Mendengar pengakuannya, kontak pihak pengadilan atas nama pemerintah meminta maaf yang sebesar-besarnya atas kesalah-pahaman itu. Dan memulangkannya dengan baik-baik serta tidak lupa tetap meminta maaf atas insiden itu.

Untuk Pembahasan selanjutnya akan di jelaskan mengenai Tujuan dan Syarat Poligami Dalam Islam serta Pemahaman Lebih Lanjut Mengenai Poligami Menurut Islam.

Wallahu'alam bi sawab.

0 Response to "Poligami Dalam Pandangan Syariah"

Post a Comment